TIMES GORONTALO, PONOROGO – Gelombang kejut operasi tangkap tangan (OTT) yang menimpa Bupati Sugiri Sancoko dan Sekda Agus Pramono, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi RI (KPK RI) telah melumpuhkan denyut nadi pembangunan di Kabupaten Ponorogo.
Kota Reog, yang baru saja bangkit dengan semangat kreatifnya, kini dihadapkan pada realitas pahit sebagai kota 'mati suri'. Dampak hukum ini menjalar hingga ke sektor finansial, mengancam kegagalan proyek infrastruktur vital akibat urungnya pencairan dana pinjaman dari Bank Jatim.
Sebelum OTT, Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah mengajukan pinjaman jumbo kepada Bank Jatim untuk membiayai sejumlah proyek infrastruktur strategis.
Pinjaman ini menjadi tumpuan utama untuk mengakselerasi pembangunan tanpa harus bergantung penuh pada APBD. Namun, kasus korupsi yang menyeret pimpinan daerah membuat proses pencairan dana tersebut terhenti mendadak.
Proses due diligence dan verifikasi lanjutan oleh pihak perbankan kini berlangsung sangat ketat dan penuh keraguan. Keputusan pimpinan daerah yang tersandung hukum secara langsung memicu kekhawatiran Bank Jatim mengenai risiko keberlanjutan proyek dan kemampuan Pemkab dalam mengelola anggaran pengembalian pinjaman.
"Situasi ini jelas menghambat. Pinjaman itu krusial. Tanpa dana talangan tersebut, proyek-proyek besar yang sudah direncanakan terpaksa harus ditunda atau dibatalkan," ungkap seorang sumber internal di lingkungan Pemkab yang tidak ingin identitasnya dipublikasikan.
Dampak pada Proyek Infrastruktur
Dampak paling krusial dari tertundanya pencairan pinjaman ini adalah terancamnya megaproyek perbaikan 167 ruas jalan di seluruh Ponorogo. Proyek ini merupakan janji utama Bupati untuk meningkatkan konektivitas dan mendukung perekonomian lokal.
Kepala DPUPKP Ponorogo, Jamus Kunto Purnomo, membenarkan kekhawatiran tersebut. Ia mengakui bahwa ketergantungan proyek perbaikan jalan pada dana pinjaman Bank Jatim sangat tinggi.
"Secara teknis, rencana perbaikan 167 ruas jalan sudah siap. Tapi, kami harus jujur, skema pendanaannya mayoritas bergantung pada pinjaman yang kini tertunda. Kasus hukum yang terjadi telah menciptakan birokrasi yang lumpuh dan ketidakpastian anggaran," jelas Jamus Kunto Purnomo.
Jamus menambahkan, ketidakjelasan status pinjaman membuat proses tender dengan kontraktor menjadi tidak valid atau bahkan dibatalkan.
"Kontraktor tidak mau mengambil risiko memulai pekerjaan tanpa jaminan dana yang pasti. Jika pinjaman ini urung cair, proyek perbaikan 167 ruas jalan hampir pasti gagal mencapai target," tegasnya, menekankan kerugian terbesar akan ditanggung oleh masyarakat.
Selain infrastruktur, sektor ekonomi kreatif yang sempat menjadi branding baru Ponorogo juga merasakan dampak psikologis. Semangat inovasi, pagelaran seni, dan dukungan pada UMKM kini meredup.
Para pelaku kreatif merasa kehilangan arah dan dukungan moral dari pemerintah daerah. Ketiadaan anggaran untuk kegiatan non-fisik yang seringkali didukung melalui diskresi pimpinan daerah juga memperparah kondisi ini.
Ponorogo, kota yang baru saja menemukan identitas barunya, kini harus berjuang melawan bayang-bayang status "kota mati suri" akibat dampak domino dari kasus korupsi. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: OTT KPK RI Mencekik Kreativitas, Ponorogo Pun 'Mati Suri'
| Pewarta | : M. Marhaban |
| Editor | : Ronny Wicaksono |